Muslimahwahdah.or.id - MAKASSAR, Dari jagad maya, kita bisa menyaksikan pengeboman brutal terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. Tiada hari tanpa korban jiwa. Untuk kesekian kalinya pula, hati kita tercabik-cabik menyaksikan bayi, anak-anak, orang dewasa hingga lansia harus meregang nyawa akibat genosida zionis.Nyata adanya, ini perang antarakaum Muslim dengankaum kafir bersekutu.
Jika sebegitu menyakitkan apa yang kita saksikan lebih 30 hari ini, bagaimana lagi dengan mereka, saudara kita yang merasai penderitaan ini selama puluhan tahun lamanya. Ya, meski terkurung dalam penjara terbesar dunia tetapi tidak sedikit pun menciutkan nyali rakyatnya. Akhirnya kita paham, Islam membuat tabiat sebuah bangsa menjadi kuat tetapi tidak merusak, bukan kuat lagi jahat. Dan, Gaza berani berjihad melawan zionis ketika -mungkin- seluruh dunia Islam takut.
Kalah Telak Berkali-kali
Operasi taufan Al-Aqsha sejak 7 Oktober 2023 lalu, sejatinya bentuk perlawanan dari pejuang Palestina untuk kemerdekaan bangsanya. Bukan sebatas orasi playing victim yang dibangun melalui forum HAM internasional dengan tuduhan terorisoleh Israel. Masih segar dalam ingatan, hampir memasuki pekan ke-3 perang genosida ini, Gaza dibombardir di malam hari dengan ledakanberuntun dan terlihatapi sangat besar dari kejauhan. Sinyal telekomunikasi pun hilang. Sangat jelas, Gaza hendak dilenyapkan tanpa dunia melihatnya. Namun, musuh lupa, Allah Maha Melihat, Ia tidak tidur.
Kita pun menunggu apa gerangan yang terjadi esoknya. Apakah pejuang Palestina juga telah ditumbangkan (tadi) malamnya. Fakta mencengangkan, justru musuh menuai kekalahan sebab menghadapi satu pejuang Palestina saja, musuh mengira menghadapi satu batalion, bahkankendaraan militer musuh dihancurkan dengan mudahnya, biiznillah.
Mungkin kita bertanya-tanya, mengapa musuh tidak menggencarkan serangan masif lewat darat, bukan lewat udara saja. Jawabnya, mereka takut. Bahkan, amat ketakutan padahal peralatanperang musuh sangat istimewa sedang para pejuangPalestina menggunakan peralatan tempur yang sederhana, murah, jauh dari keren tetapi cukup jitu menggentarkan hati para lawannya, bukan.
Para pengamat militer Israel menyatakan bahwa era perang Israel dengan pejuang Palestina kini sudah di level berbeda yaitu perang drone. Israel pun meraup banyak kerugian mulai biaya iron dome, gaji tentara, pengungsi, tank yang dihancurkan, tunjangan tewas tentara sampai tentara cadangan.Sungguh, kerugian fatal finansial. Belum lagi, Israel memainkan taktik psychological warfare dengan menguasai medan tempur pers dan media sosial. Padahal itu juga menjadi strategi para pejuang di antaranya mulai di mana pejuang pembebasan menekan psikologis musuh tetapi tidak untuk membunuh orang sipil dengan melakukan pengeboman di kota Eilat, basis pengungsian warga Israel yang dinyatakan daerah aman. Ini dilakukan sebagai tanggapan atas terbunuhnya warga sipil Palestina tak berdosa. Bukan hanya itu, siaran rilis kemenangan pasukan Islamsangat kuat dan benteng pejuang dalam tanah jauh lebih unggul. Ya, bumi menjaditentara Allah yang turut membantu.
Kita pun tersadar dengan perang ini, bukan Gaza yang kasihan. Sebab pasukan Islam secara militer masih lebih hebat, hanya saja kita berhadapan dengan musuh yang benar-benar haus darah. Mendiktekan HAM, demokrasidan kedamaian justrumenjadi teror yang sesungguhnya.
Menang Berkali-kali
Al-Aqsha adalah jantungnya umat Islam. Sebagaimana kita memahami betul; dengan atau tanpa kita, Allah kuasa memenangkan agama ini. Namun, sunnatullah mengajarkan Islam itu diperjuangkan. Pada setiap rentang peradaban, selalu lahir para kesatria tangguh yang rela pasang badan guna merebut kemerdekaan Palestina. Lagi menunjukkan, Gaza sebagai benteng terakhir umat Islam di Palestina ialah wujud kebanggaan, harga diri, dan kehormatan. Gaza begitu perkasa!
Rakyatnya merindui syahid. Mereka sedih dan trauma tersebab tertimpa musibah. Namun, mereka tetap menunjukkan penghambaan utuh tanpa keluh. Mentalnya mungkinsudah hancur-hancuran, tetapi iman yang menguatkan mereka bahwa semua terjadi atas kehendak Allah dan meskidalam kondisi kritis,mereka tak lupa untuk memujiAllah. Allahuakbar!
Seorang nenek, yang tak gentar dengan banyaknya bom di mana-mana, tetap bertahan tidak ingin pindah.Bahkan, mendukung sepenuhnya para pejuang Palestina. Seorang ayah, kehilangan harta dan anak, sedihnya tetap disertai kegembiraan sebab lebih dahulu bertemu rabb-nya. Bahkan, ada seorang bapak, yang meski selamat dari pengeboman, mengajarkan anak-anaknya untuk tetap memuji Allah dengan lantang. Seorang ibu kehilangan buah hati yang sangat disayanginya. Namun, dekapan erat lewat kain kafan yang sudah membujur diseluruh tubuh anaknya, tidak kemudian -jika kita memakai kacamata manusiawi- meratapi nasibnya yang amat sial.
Seorang kakak dan adik, yang teguh mentalqin syahadat kepada saudaranya yang tengah sakaratulmaut. Masyaallah, dari semua video yang kita saksikan betapa rakyat Palestina begitu kuatnyaimannya kepada; Allah, malaikat, rasul, kitab, hari kiamat dan takdir. Sungguh,kemenangan amat dekat.
Kobarkan Jihad
Lalu kita, menilik ke lubuk hati yang paling dalam. Membuahkan iman yang kian membuncah, Al-Aqsha adalah akidah kita. Meski kita bukanlah garda terdepan dengan segenap jiwa dan raga. Namun, sebagai garda pendukung, kita tetaplah mengobarkan empat jihad kita; doa, donasi, postingandan boikot.
Jangan pernah tinggalkan di antara lirih pinta kita kepada-Nya ialah mendoakan saudara saudari kita di Palestina. Bisa dengan qunut nazilah di rakaat terakhir salat lima waktu kita. Mengajak diri, keluarga, kerabatikut berdonasi sebagai rasa empati kita. Besar kecilnya, kepada Allah lah kita berihtisab (mengharap pahala).Juga aksi "nyata" di dunia maya dengan
mengikuti akun-akun media sosial pro Palestina sebagai bentuk simpati kita. Menyeksamai tiap kisah yang ada walaupun selalu saja ada akun yang tumbang kena sensor Instagram. Artinya, perjuangan kita diperhitungkan. Perhatikanlah begitu banyaknya akun-akun yang konsisten menyuarakan dukungan terhadap Palestina!
Jika pun, untai doa terasa keluh, donasi terasa berat, bukankah sekadar nge-like postingan Palestinalewat jempol kita, cukup mudah dilakukan yang hakikatnya menunjukkan keberpihakan kita. Termasuk hal yang fundamental ialah seruan boikot yang sudah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia, hendaknya kita berusaha semaksimalnya dengan kesadaran wala wal bara'kita.
Mari sejenak menengokke luar sana, di negeri Barat. Betapa banyak orang berbondong-bondong bersyahadat. Berawal rasa kagum dan takzim atas kesabaran indah rakyat Palestina mempertahankan negerinya (baca: aqidahnya). Yang kesabarannya itulah menunjukkan imannya dan rasa takut hanya kepada Allah saja, yang mampu menggetarkan nurani tiap insan. Rasa penasarannya, membuat mereka mencari tahu dengan membaca Al-Qur'an. Lalu kita, kita yang telah lebih dahulu mengimani Al-Qur'an ini, sudahkah kita bersyukur kemudian berazam akan setia membersamai Al-Qur'an.
Pada hamba yang payah ini, kita mengakui, kedekatan kepada Allah dengan kekuatan iman amat menentukan kemenangan. Lihatlah para pejuang Palestinadi sana, mereka sibuk mentarbiyah diri mereka dengan aneka amalan saleh. Maka tidak cukupkah menjadi peringatan sekaligus motivasi buat kita sebagai garda pendukung untuk juga menguatkan ibadah kita di sini. Yang hanya kepada-Nya kita menyembah dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan. Terseok-seok tegak di tengah maraknya gempuran fanatisme kelompok, kita kian yakin, kekuatan ukhuwah (persaudaraan) menjadi faktor kedua kemenangan. Semoga Allah meridai.
Oleh: Maryam Imilda11 November 2023
Hari ke-35 agresi militer
0 Komentar
Belum ada pesan