Muslimahwahdah.or.id - MAKASSAR,
Edisi 04 #IbuProduktifDariRumah – Assalaamu’alaykum..
Teman-teman yang sudah berkeluarga dan memiliki anak pasti sering mangalami kejadian di mana ketika anak-anak telah kita bagikan makanan/minuman atau bahkan tempat duduk ketika mereka sedang menonton bersama lantas ada salah satu dari mereka yang menangis dan minta “bagian” milik saudaranya yang lain.. sudah bisa dipastikan biasanya akan terjadi battle yang cukup seru nan memicu emosi dan menguji keimanan kita, orang tuanya, kan?
“apa sih yg dipermasalahkan?”
Begitu batin kita.
“Kan hanya posisi duduk, mau di tengah, di sebelah kanan, sebelah kiri toh film di laptopnya tetap bisa ditonton!”
“Kan itu cuma gelas warna hijau, besarnya sama, isinya juga sama-sama susu, kenapa sih harus mau punya abang yang gelasnya warna merah!?”
“Kan ini pensilnya sama, sama- sama dibelikan aba, kenapa harus mau yang sudah dipegang adek?”
“Ga mau dilap ingusnya sama ammah, maunya sama ummi aja!!” (sambil mencari tisu bekas lap ingus yang tadi sudah dibuang. Ceritanya tuh ingus mau ditempel lagi ke hidungnya supaya bisa dilap oleh ummi).
“kenapa sih gamau dilap ingusnya sama, ammah? Kan ummi lagi bicara”
(sikon kala itu sayanya lagi pimpin musyawarah).
Kurang lebih seperti itulah pertanyaan-pertanyaan gusar dan tak sabar kita menghadapi pola anak-anak yang ricuh mempertahankan dan memperebutkan mau mereka, sementara kitanya sedang repot dan sibuk melakukan aktivitas lain dan tak mau tergangggu dengan hal “sepele” ini.
Pokoknya “sudahlah, nak.. jangan diperpanjang, ummi lagi repot kasian.”
ADA APA INI?
Mengapa harus memperebutkan sesuatu yang sepele bahkan harus menangis darah (ciee lebay) mempertahankan egonya.
Toh yang pentingkan “bisa nonton,” “susunya sama,” “pensilnya sama-sama dibelikan aba dan yang paling penting bisa dipakai nulis” dan “ingusnya sudah dilap.”
What else??
Sekian lama mengalami hal ini dengan kasus yang serupa, semakin kesini saya semakin menyadari bahwa boleh jadi inilah adalah sebuah isyarat dari anak-anak ini untuk mempertahankan sebuah “sense.”
Sense.. sebuah rasa yang orang lain melihatnya sama saja, namun tidak baginya. Dan memang sense ini akan sulit dicerna dan dimengerti oleh mereka yang tidak faham alur.
Ketika posisi nonton bagi kita adalah sama saja, maka bagi si ubeid misalnya, duduk sebelah kanan dekat tembok yang ada aba lagi baca buku di sampingnya jauh lebih “make sense while watching” ketimbang dia duduk di sebelah kiri yang jauh dari aba-nya, karena kalau duduk dekat aba biasanya sambil diusap-usap kepalanya.
Ketika si uni Maish maunya minum pakai gelas merah padahal sudah dipegang sama abangnya, boleh jadi karena memang minum pakai gelas merah abang lebih “make sense of drinking the milk” entah karena apa, boleh jadi salah 1 nya karena rasa bangga bisa minum pakai gelas si abangnya yang keren. hehehe… Kalau kata saya ke aba-nya, “itu susu (kalau pake gelas punya abang, maka jadi Susu rasa abang Mair. “
Terus ketika si uweim hanya mau ingusnya dilap oleh ummi sampai bela-belain agar adegan lap ingusnya direkontruksi dengan dramatisasi adegan bekas tissu yang ada ingusnya diambil lagi agar si ingus bisa ditempel lagi di hidungnya, adalah sikap mempertahankan hak miliknya bahwa ingus itu milik dia dan hanya dia yang berhak menentukan siapa yang boleh menghapusnya dari hidungnya
ah semakin sadar saya.. bahwa anak-anak pun punya naluri make sense yang kita sebagai orang tua memang harus belajar memahaminya. Bukan tidak mungkin semua ini adalah cikal bakal bakat- bakat leadership mereka di masa depan. aamiin..
Leadership yang saya maksud tak mesti diterjemahkan bahwa mereka harus jadi pemimpin dalam sebuah kelompok, komunitas atau yang lebih besar daripada itu.
Berkarakter leader adalah bahwa kelak mereka bisa mandiri dan berani mempertahankan apa yang diyakininya tanpa harus terpengaruh dengan lingkungan.
Berkarakter leader adalah bahwa kelak ketika dewasa mereka mampu mengatakan benar itu benar dan salah itu salah tanpa harus merasa tak enak karena status sosial orang yang ada di hadapannya.
Dan bahwa memiliki karakter leader adalah mereka faham qaul nabi nya salallaahu’alayhi wassallam:
“kullukum raa’iin, wa kullukum mas uulun ‘aaraiyyatih”
(setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kamu pimpin).
Sehingga mereka akan selalu memimpin dirinya untuk selalu tegas di atas kebenaran karena yakin bahwa Dzat Yang Maha Hidup akan selalu memintai pertanggung jawaban dari setiap apa yang mereka lakukan, baik dalam keadaan ramai terlebih ketika mereka dalam keadaan bersendirian.
Penulis : Fauziah Ummu Umair
0 Komentar
Belum ada pesan